Photobucket
Photobucket

Rabu, 25 Mei 2011

Kerajinan Batik dan pengaruhnya terhadap lingkungan

Oeng Masykur, pengrajin Batik Cirebon  

OK batur-batur semua agar postingan aku ini agak berfariasi, aku seling dulu ya dengan artikel yang aku beri judu l :
Kerajinan Batik dan pengaruhnya terhadap lingkngan.    
  Batik yang aku maksud adalah batik yang disahkan oleh UNESCO sebagai karya budaya asli Indonesia yaitu yang proses pembutannya pakai malam. Dan yang akan aku sampaikan ini adalah proses  Batik yang pada umumnya biasa dilakukan oleh pengrajin batik di Cirebon. Karena bagaimana yah...soalnya Cuma itu sih yg aku tahu jadi kalau aku cerita proses Batik didaerah lain,  nanti takutnya salah. Tetapi mungkin nggak jauh berbeda ya..

Aku tidak memfonis atau membuat statement  bahwa pemrosesan batik itu mencemari lingkungan atau tidak mencemari lingkungan karena tentu saja aku tidak berkompeten  untuk melakukan itu. Tetapi yang saya sampaikan hanyalah beginilah proses Batik yang biasa kami lakukan dan pengaruhnya terhadap kelestarian lingkungan berdasarkan apa yang kami temui dan dapat dipertanggung jawabkan.
 Dan aku merasa berkepentingan untuk menulis ini karena sebagai pengrajin batik pada khususnya, maupun sebagai bangsa Indonesia pada umumnya yang salah satu kebudayaannya telah diakui oleh dunia, maka wajib melestarikan budaya tsb. yang dalam hal ini adalah Batik. 
 Batur-batur, sampai sekarang kebanyakan pengrajin Batik Cirebon masih menggunakan zat pewarna sintetis seperti napthol, indigosol, rektive, dll. yaitu pewarna yang pembantunya menggunakan bahan-bahan kimia seperti air keras, koustik, soda ash, water glass, dll.
 Adapun koustik berupa lempengan-lempengan kecil yaitu untuk dicampur dgn grounder napthol. Dan koustik tsb  kalau dipegang dgn tangan yg basah dlm waktu lama, maka kulit tangan akan menjadi licin dan bisa terkelupas sehingga mengeluarkan darah. bahaya kan ? Dan air keras merupakan cairan asam pekat yaitu untuk mengembangkan warna indigosol. Air keras tsb,  kalau terkena kulit maka kulit akan menjadi seperti terluka bakar bahaya juga kan ? Lalu kenapa masih dipergunakan ? Waduh keder... ( waduh bingung ). Tetapi mungkin inilah latar belakang yang menjadi dasar kenapa kebanyakan pengrajin batik Cirebon masih menggunakan bahan-bahan tersebut diatas. 
Batik disamping merupakan karya seni, juga merupakan suatu produk yng tentu saja harus sesuai dgn selera atau tuntutan  konsumennya. Dan batik ini ada yng diusahakan untuk komoditi export, yaitu yang di produksi oleh pengrajin besar atau pengrajin yang mempunyai mitra pengusaha atau pedagang batik yang besar dimana pengusaha tsb mempunyai kapabilitas untuk export.  Juga Batik ada yang diproduksi oleh pengrajin blantikan atau pengrajin kecil, dimana dengan segala keterbatasan kondisi dan kemampuan finansialnya maka ia harus puas dengan hanya menjadi produk komoditi lokal.
Tentu saja ada perbedaan pola pembuatan diantara kedua produk tsb. Misalnya kalau yang “kondisinya” mapu memproduksi Batik untuk export atau untuk konsumen kelas atas, maka masalah biaya produksi tidak menjadi persoalan karena biasanya  produknya dihargai dgn mahal. Tetapi bagi pengrajin yang tidak mampu untuk memproduksi Batik komoditi export dan bukan untuk konsumen kelas atas, maka ia harus ber insiativ agar dapat memproduksi Batik yang bermutu tetapi dgn harga yg terjangkau.. Dan faktor inilah yg mendorong nya untuk me manage sedimikian rupa sehingga harus mengambil langkah yg se efisien mungkin. Demi kelancaran produksinya dia harus pandai-pandai memperhitungkan dan memilih langkah apa yang resikonya secara nyata dapat diabaikan demi menghindari sesiko yang lebih besar. lalah hebat yo ..( hebat ya ).  Misalnya dalam memilih zat pewarna, harus yang harganya tidak mahal tetapi mutunya baik artinya yg tidak cepat luntur.
Batur-batur, ini adalah lanjutan dari postingan yg lalu : Sampai sekarang kebanyakan pengrajin Batik Cirebon belum menemukan zat pewarna  selain zat pewarna jenis Napthol yg bisa digunakan untuk warna tua seperti hitam pekat, merah marun tua, dll. yg  notabene tidak cepat luntur, harganya tidak mahal, prosesnya tidak memakan waktu. Memang napthol ini ada kelemahannya, yaitu dia kurang bagus untuk warna muda. Oleh karena itu untuk warna muda, biasanya menggunakan indigosol. Indigosol ini harganya mahal tetapi pemakaiannya sedikit  yaitu hanya dipakai untuk warna pertama saja jadi ya masih bisa dipakai lah. Dan sekarang ini ada pengrajin yg membuat warna muda dengan menggunakan jenis pewarna reaktiv seperti Prosion. Pewarna ini harganya lebih murah dari indigosol tetapi belum banyak digunakan karena masih banyak pengrajin yg beranggapan bahwa jenis pewarna ini kurang bagus mutunya atau luntur sehingga belum berani untuk memakainya . Tetapi ada juga pengrajin yg dengan inovasinya ia bisa membuat pewarna reaktiv tersebut menjadi tidak cepat luntur sehingga tentu saja bisa dipergunakan.
OK batur-batur, Alasan inilah kenapa terutama pengrajin Batik yg kecil masih menggunakan zat pewarna Indigosol dan Napthol. Bahkan untuk jenis naptholpun masih harus dipilih bersasarkan segi ekonomisnya. Misalnya grounder ASLB,  ASGR dan garam diazo nya seperti VIOLET B, itu sudah jarang dipakai lagi karena harganya mahal.
Dan konsekwensi dari pemakaian Indigosol dan Napthol ini, yaitu proses pencuciannya perlu  mempergunakan air yg banyak. Karena kalau kurang bersih nanti mempersulit bagi pewarnaan selanjutnya yg tentu saja akan mengakibatkan penambahan biaya produksi. Bahkan kalau pencucian indigosol kurang bersih, karena ia mengandung air keras maka kain akan menjadi rapuh atau gampang sekali sobek. Oleh karena itulah mengapa pengrajin Batik mempergunakan banyak air,  yaitu untuk menghindari resiko yg lebih berat seperti yg di sebutkan diatas tadi.
Lalu apakah dengan memakai zat pewarna napthol dan indigosol yang tentu saja memerlukan penggunaan air yg banyak, maka kerajinan Batik termasuk produksi yg tidak ramah lingkungan ? wah keder maning jawabe (  bingung  juga jawabnya )
            Baiklah batur-batur, akan aku coba untuk menyampaikan  ini :
Diatas telah aku sampaikan bahwa kaustik dan air keras adalah bahan kimia yang berbahaya, tapi itu kalau koustik atau air keras tsb masih dalam keadaan utuh yaitu tidak dicampur dengan air. Dalam prakteknya penggunaan kaustik dan air keras sebagai penyampur Napthol dan Indigosol pada proses pembuatan Batik adalah sbb. :  
            Untuk satu potong kain katun ukuran 2 m. , memakai bubuk grounder napthol sebanyak
5 gr yang dicampur dgn koustik 2,5 gr atau + 0,5 sendok teh, kemudian 2 bahan tsb diseduh dgn air mendidih sebanyak 0,5 l. Lalu air seduhan tsb dimasukkan kedalam wadah tempat pewarnaan 
yg sudah di isi dgn air + 5 l.  Artinya 5gr napthol dan 2,5 gr koustik kalau mau dipergunakan untuk mewarnai Batik, maka dicampur dulu dgn air sebanyak 5,5 l. Dan pengalaman aku dan teman-temanku,  tangan yg normal maksudnya tangan yg tidak mempunyai riwayat sensitif terhadap sesuatu, maka  ketika dimasukkan kedalam larutan zat pewarna itu tidak berpengaruh apa-apa. Yaitu tidak gatal atau pedih dlb yang sekiranya dapat menimbulkan bahaya. Kemudian kain Batik yg sudah diwarnai tadi dicuci dgn air sebanyak 50 l . untuk dua kali pencucian. Dan air + 55,5 l. Yg mengandung 5 gr naphtol dan 2,5 kaustik tsb dibuang melalui selokan pembuangan limbah Batik. Kemudian yg aku lihat, air limbah Batik tersebut biasa diminum oleh unggas seperti ayam, entog dll dan setelah itu unggas tsb biasa-biasa saja.

 
Gbr. Ayam dan entog tengah minum air limbah batik

  Begitu juga air keras kalau mau dipergunakan itu dicampur dulu dgn air sehingga kadarnya tidak melebihi ambang batas bahayanya.
            Batur-batur, sekali lagi aku sampaikan bahwa aku tidak menyatakan bahwa limbah batik itu ramah atau tidak ramah lingkungan. Adapun apa yg aku sampaikan melalui tulisan ini hanyalah sekedar pengalamanku dan kenyataan apa yg aku temui.
        OK Batur-batur, pengrajin batik didaerah kami itu bukan berpuluh-puluh, akan tetapi ratusan dan dan sebagian besar diantaranya memakai zat pewarna dapthol dan indigosol. Dan keberadaanyapun bukan sepuluh atau dua puluh tahun, melain lebih dari 60 tahun
Aku sendiri lahir pada th 1955 dan bekerja dibatik sejak umur 17 yaitu th1972.  Dan berdasarkan apa yg aku ketahui, selama kurun waktu hampir 30 th ini, di daerah aku ini  belum pernah ada kasus yg signifikan seperti krisis air bersih, unggas yg mati secara massal, tanaman yang tidak bisa tumbuh, penyakit yg menjangkiti banyak warga, dll. yang disebabkan oleh keberadaan pengrajin Batik.
Nah giliran batur-batur  nih. Bisa tidak ya mengira-ngira. Cuma kira-kira saja ko ! Kira-kira kan bisa betul bisa salah. Kira-kira Batik yg ada selama ini,  proses pembuatannya ramah lingkungan tidak ya
Sekian dulu dan kalau tulisanku ini banyak yg salah harap maklum aja ya wong aku  ini cuma tamatan Sekoah Rakyat ko he..he..hee..